Khazanah Multietnis Pada Arsitektural Masjid Jami Angke 1761

Khazanah Multietnis Pada Arsitektural Masjid Jami Angke 1761

Heritage | Techno Konstruksi. Sedari awal, sekitar lebih dari dua abad lalu, Masjid Angke ini letaknya sengaja terkonsep tersembunyi. Keberadaannya terhalangi hutan lebat di pinggiran kali atau kanal yang aktif sebagai jalur transportasi air masa itu. Bukan tanpa alasan, berdirinya masjid ini selain untuk mengembangkan siar Islam di Nusantara, juga berperan sebagai basis perlawanan terhadap kolonialisme.

Siang itu, Ramadan hari ketujuh, Redaksi Techno Konstruksi memarani Masjid Jami Al-Anwar di perkampungan Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Masjid ini dikenal dengan sebutan Masjid Jami Angke – masjid tua yang bersejarah dan memiliki khazanah arsitektur multietnis. Sebelum berbelok ke gang kecil menuju titik masjid, terlebih dulu harus melintasi Jalan Raya Pangeran Tubagus Angke – jalan inilah yang dahulunya adalah hutan lebat yang menyamarkan keberadaan masjid.

Hari ini, dua ratusan tahun kemudian, Masjid Angke tetap “tersembunyi” letaknya, berada di dalam gang kecil dan dikelilingi pemukiman warga, di muka gang adalah bangunan-bangunan toko aneka dagangan, bentuknya khas Jakarta Kota dan sekitarnya. Kualitas bangunan yang baik membuat Masjid Angke ini masih berdiri tegak menjalankan fungsi sosialnya sebagai pusat ibadah dan pendidikan umat Islam.

Masjid Jami Angke dibangun 2 April 1761 atau 25 Sya’ban 1174, sekitar 20 tahun dari terjadinya peristiwa Geger Pecinan. Setelah mereda dan kembali aman, masyarakat Cina di Batavia mulai melakukan aktivitas seperti biasanya. Oleh seorang perempuan keturunan Tionghoa muslim bernama Tan Nio, dibiayailah pendirian Masjid Angke ini.

Nyonya Tan disebut juga masih kerabat Ong Tien Nio, istri Sultan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Selain Nyonya Tan, perancang Masjid Angke juga arsitek keturunan Tionghoa, Syeikh Liong Tan. Kehebatan sang arsitek terlihat bukan hanya dalam memadukan arsitektur Jawa dan Cina, Syeikh Liong Tan juga membawa unsur budaya Hindu-Budha, Arab dan Eropa kedalam arsitektur Masjid Angke.

Menurut peneliti belanda, G.F Pijper menyebutkan, Masjid Angke termasuk ke dalam masjid tipe Jawa karena denah dasarnya persegi, selain itu pondasi agak ditinggikan dan pejal seperti candi, serta atap bersusun dua sampai lima tingkat yang semakin mengecil ke atas. Kebudayaan pra-Islam tercermin dari bentuk pipi tangga yang mirip seperti pipi tangga candi.

 

Baca artikel lengkapnya di Majalah Techno Konstruksi (Fisik dan Digital)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright 2023 PT MULTIKARYA SUBUR ABADI – All Right Reserved.